jonih rahmat

Jonih Rahmat, lahir dan besar di Kota Kembang. Sewaktu masih kuliah pernah mengajar di sebuah SMP di Bandung Selatan; dan setelah lulus dari Jurusan Geologi Universitas Padjadjaran, bekerja di Pusat Litbang Pemukiman, Departemen Pekerjaan Umum sebagai tenaga honorer. Untuk menambah penghasiIan, sepulang bekerja, ia mengajar kursus privat bahasa Inggris di sebuah keluarga.

Setahun kemudian, Jonih pindah bekerja ke PERTAMINA EP sebagai geologist. Pemerintah pada tahun 2002 membentuk lembaga yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap industri hulu migas di Indonesia, BPMIGAS -yang terpisah dari PERTAMINA. Suami dari Sri Wardhani, ini kemudian bergabung dengan institusi baru itu. Ayah empat anak ini, mencintai ilmu pengetahuan. Ia berminat pada kajian ilmu-ilmu psikologi, sosial, filsafat,sejarah, dan agama.
Agar bisa agak mengerti-ketika mendengar-ceramah para ustaz, tidak tulalit, ia sempat belajar di Fakultas Syariah pada sebuah perguruan tinggi di Bogor. Akan tetapi, itu tidak membuatnya puas. Ia senantiasa belajar ke sana kemari, untuk mendapatkan ilmu yang hakiki.

Bersama istri tercinta, di pinggiran kota Bogor, di mana ia dan keluarganya tinggal, Jonih mengasuh anak-anak yatim dan dhuafa. Anak-anak itu disekolahkan dari mulai tingkat Sekolah Dasar sampai minimal Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan selepas SLTA -kalau mereka lulus tes masuk perguruan tinggi negeri- dikuliahkan.

Di kediamannya, sering dijumpai orang yang menginap atau sekadar istirahat menenangkan hati. Di antara mereka, ada orang-orang Baduy yang kemalaman – sehabis berjualan madu, atau kerajinan tangan; hingga pengungsi Irak yang memerlukan tempat untuk menginap.

Tempat tinggalnya, tak jarang dijadikan tempat berlindung pihak-pihak lemah yang berseberangan pendapat dengan pihak yang lebih kuat: istri yang dizalimi suami, orang miskin yang dipinteri tetangganya yang kaya; juga orang sakit–fisik ataupun nonfisik-yang memerlukan bantuan.

Rumahnya, kadang juga digunakan sebagai "gedung" acara pernikahan tetangga belakang rumah, atau sekadar tempat menginap rombongan pengantin dari luar kota. Tempat tinggal ia menjadi tempat singgah dan berteduh bagi siapa pun yang memerlukannya.

Setiap bakda magrib, rumahnya yang sederhana, disesaki ibu-ibu dan anak-anak kampung: belajar mengaji.

Karena tidak pergi-pergi haji, dan diduga tidak punya cukup uang untuk melaksanakan rukun Islam kelima itu